Selasa, 05 Februari 2013

BERDAGANG ALA ROSULULLAH SAW

Kiat-kiat praktis berdagang Nabi

* Pertama, penjual tidak boleh berbohong dan menipu barang yang akan dijual kepada pembeli. Nabi bersabda, "Apabila dilakukan penjualan, katakanlah: tidak ada penipuan."

* Kedua, kepada para pelanggan yang tak mampu membayar kontan hendaknya diberikan waktu untuk melunasinya. Bila betul-betul dia tidak mampu membayar setelah masa tenggat pengunduran itu, Nabi akan mengikhlaskannya.

* Ketiga, penjual harus menjauhi sumpah yang berlebih-lebihan, apalagi sumpah palsu untuk mengelabui konsumen.

* Keempat, hanya dengan kesepakatan bersama, atau dengan suatu usulan dan penerimaan antara kedua belah pihak, suatu bentuk transaksi barang akan sempurna.

* Kelima, penjual harus benar dalam timbangan dan takaran.

* Keenam, orang yang benar-benar membayar di muka untuk pembelian suatu barang, tidak boleh menjualnya sebelum barang tersebut benar-benar menjadi miliknya.

* Ketujuh, larangan melakukan transaksi monopoli dalam perdagangan

* Kedelapan, tidak ada harga komoditi yang boleh dibatasi. Jika harga dibatasi, lalu tidak ada perusahaan dagang dan niaga, maka perdagangan dunia akan terhenti.

 Belajar Cara Berdagang Rasulullah SAW

Ketika Nabi Muhammad SAW, berusia 25 tahun, sebelum diangkat menjadi seorang nabi dan rasul, beliau pernah menjalankan perniagaan bersama Siti Khadijah ke negeri Syam. Pada waktu berdagang, ia ditemani oleh Maisarah, budak Siti Khadijah.
Tips Berdagang Cara Nabi muhammad SAW
  • Kejujuran
  • keramahan
  • sopan santun yang ditunjukan oleh pemuda Muhammad dalam berdagang membuat kagum Maisarah.
  • Misalnya jika barang dagangannya dijual jelek maka dikatakan jelek. Begitu pun sebaliknya, jika barang-barang itu baik dikatakan baik. Beliau tidak menyembunyikan barang-barang yang jelek di balik barang-barang yang baik.
  • Harga yang ditawarkan kepada pembeli sesuai dengan yang disepakati Siti Khadijah. Ia tidak mengambil untung diluar yang disepakati. Oleh karena itu, banyak pembeli yang terkesan dan tertarik cara berdagang beliau.
Keluhuran sifat beliau ini kemudian diceritakan oleh Maisarah kepada majikannya. Khadijah pun merasa kagum dan terkesan dengan sifat-sifat Nabi Muhammad SAW. Maka hubungan perdagangan antara keduanya berlanjut ke jenjang perkawinan.
 
Author: chevy | Files under Tips Marketing
Muhammad Rasulullah, Nabi kita tercinta, adalah seorang saudagar ternama pada zamannya. Bahkan sejak usia muda, beliau dipandang sebagai sudagar sukses. Disadari atau tidak sukses tersebut tidak lepas dari aktivitas marketing yang diterapkannya –yang tak cuma ampuh tapi juga sesuai syariah dan, tentu saja, penuh ridlo dari Allah. Jika Anda tertarik menerapkannya, selain mendapat keuntungan, insyaallah bisnis Anda pun barokah. Inilah empat tips marketing a la Nabi:
1. Jujur adalah Brand
Saat berdagang Nabi Muhammad SAW muda dikenal dengan julukan Al Amin (yang terpercaya). Sikap ini tercermin saat dia berhubungan dengan customer maupun pemasoknya.
Nabi Muhammad SAW mengambil stok barang dari Khadijah, konglomerat kaya yang akhirnya menjadi istrinya. Dia sangat jujur terhadap Khadijah. Dia pun jujur kepadapelanggan. Saat memasarkan barangnya dia menjelaskan semua keunggulan dan kelemahan barang yang dijualnya. Bagi Rasulullah kejujuran adalah brand-nya. 
2. Mencintai Customer
Dalam berdagang Rasulullah sangat mencintai customer seperti dia mencintai dirinya sendiri. Itu sebabnya dia melayani pelanggan dengan sepenuh hati. Bahkan, dia tak rela pelanggan tertipu saat membeli. 

Sikap ini mengingatkan pada hadits yang beliau sampaikan, “Belum beriman seseorang sehingga dia mencintai saudaramu seperti mencintai dirimu sendiri.”

3. Penuhi Janji
Nabi sejak dulu selalu berusaha memenuhi janji-janjinya. Firman Allah, “Wahai orang-orang yang beriman penuhi janjimu.” (QS Al Maidah 3).

Dalam dunia pemasaran, ini berarti Rasulullah selalu memberikan value produknya seperti yang diiklankan atau dijanjikan. Dan untuk itu butuh upaya yang tidak kecil. Pernah suatu ketika Rasulullah marah saat ada pedagang mengurangi timbangan. Inilah kiat Nabi menjamin customer satisfaction (kepuasan pelanggan). 
Di Indonesia mobil-mobil Toyota berjaya di pasar. Salah satu kiat pemasarannya adalah memberikan kepuasan pelanggan. Salah satu ukurannya adalah Call Centre Toyota dinobatkan sebagai call centre terbaik, mengalahkan Honda dan industri otomotif lainnya.
4. Segmentasi ala Nabi
Nabi pernah marah saat melihat pedagang menyembunyikan jagung basah di sela-sela jagung kering. Hal itu dengan Nabi, saat menjual barang dia selalu menunjukkan bahwa barang ini bagus karena ini, dan barang ini kurang bagus, tapi harganya murah. 
Pelajaran dari kisah itu adalah bahwa Nabi selalu mengajarkan agar kita memberikan good value untuk barang yang dijual. Sekaligus Rasulullah mengajarkan segmentasi: barang bagus dijual dengan harga bagus dan barang dengan kualitas lebih rendah dijual dengan harga yang lebih rendah.

  

Bolehkah Berdagang dengan Mengambil Laba Lebih dari 30%?

Assalamualaikum wr. wb.
Ustadz, saya punya sedikit permasalahan mengenai pengambilan keuntungan/laba yang lebih dari 30%. Kalau tidak salah, saya pernah mendengar bahwa cara berdagang Rasulullah SAW itu tidak pernah lebih dari 30% dari harga awal beli dagangannya. Lalu saya punya produk dagangan yang jika saya jual barang tersebut keuntungannya itu hampir 100% atau dua kali lipat dari harga awal belinya.
Jika saya mencoba untuk mengurangi keuntungannya hingga 30%, maka saya telah berani untuk menurunkan harga pasaran, dan saya mungkin akan ditegur bahkan dilarang oleh pedagang lain karena melakukan perbuatan yang demikian. Jadi, apakah saya tetap berdagang dengan keuntungan yang menurut saya ini terlalu berlebihan, ataukah saya harus tetap mengikuti anjuran Rasulullah?
Terima kasih.
Wassalamualaikum wr. wb.
jawaban
Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Sebenarnya tidak ada ketentuan batas maksimal margin keuntungan dalam syariat Islam. Setiap orang bebas menjual barang dengan harga berapa saja, bahkan lebih dari 100% dari nilai belinya. Bahkan ratusan persen dari harga belinya sekalipun tidak pernah ada larangan.
Apa yang pernah anda dengar tentang keuntungan yang diambil oleh Rasulullah SAW dalam berdagang yang tidak pernah lebih dari 30% perlu dikritisi.
Pertama, kita wajib mengkritisi sejauh mana keshahihan hadits tersebut. Sebab dalam menentukan hukum syariah dengan berlandaskan pada riwayat hadits nabawi, hanya hadits yang benar-benar valid dan maqbulsaja yang boleh dijadikan landasan.
Sedangkan bila riwayat itu lemah, apalagi palsu, maka kita diharamkan untuk menjadikannya sebagai landasan syariah.
Kedua, kita wajib meneliti apakah hal itu dilakukan oleh Rasulullah SAW pada masabelau belum menjadi nabi ataukah setelah diangkat menjadi nabi. Mengapa?
Karena yang boleh dijadikan dasar hukum syariah hanyalah apa yang beliau lakukan setelah mendapat wahyu. Bila sebelum beliau jadi nabi, maka meski tetap dapat hidayah dari Allah, namun nilainya bukan sebagai risalah dalam syariah Islam.
Sementara kita tahu bahwa aktifitas perdagangan yang beliau lakukan kebanyakan sebelum beliau diangkat menjadi nabi. Di mana beliau pernah diajak oleh pamannya, Abu Thalib, pergi berdagang ke Syam. Juga pernah berdagang sendiri membawa modal dari Khadijah ditemani oleh Maysarah. Namun semua itu dilakukannya jauh sebelum diangkat menjadi nabi. Setelah jadi nabi, beliau relatif tidak melakukan aktifitas berjualan sebagai seorang pedagang yang mendapatkan penghidupan keluarganya. Penghidupan (maisyah beliau) dari hasil rampasan perang setelah hijrah ke Madinah.
Ketiga, kalau pun benar beliau pernah berdagang di masa kenabian dengan riwayat yang shahih, tindakannya yang tidak mengambil margin keuntungan lebih dari 30% itu belum tentu menjadi dasar pelarangan. Kecuali ada qarinah (keterkaitan) dari dalil lainnya yang punya nilai penegasan bahwa mengambil keuntungan di atas 30% itu haram.
Ketentuan dalam Margin Keuntungan
Sesungguhnya yang perlu diperhatikan dalam menetapkan margin keuntungan bukan pada angka prosentase keuntungannya, melainkan pada sisi penzaliman.
Bentuk penzaliman itubisa kita gambarkan misalnya bila seseorang punya barang yang tidak dijual di tempat lain kecuali hanya dia seorang yang menjualnya, sementara barang itu merupakan hajat hidup orang banyak, maka bila dia menaikkan harga setinggi-tingginya tanpa alasan yang kuat, di situlah lewat penzalimannya.
Sebagai contoh nyata adalah di daerah yang kekeringan air, ada seorang yang menjual air dengan menaikkan harga yang amat tidak wajar, dengan mengambil kesempatan dalam kesempitan masyarakat, maka inilah yang kami maksud dengan penzaliman. Seharusnya si pedagang peka dengan keluhan dan kesulitan masyarakatnya. Bahkan kalau perlu dia tidak perlu menjual air, tetapi membagikannya dengan gratis.
Bila kasusnya di luar seperti yang dicontohkan di atas, yaitu masyarakat punya alternatif lain untuk mendapat barang kebutuhannya dengan harga yang murah dan mudah, silahkan saja naikkan harga semaunya. Nanti mekanisme pasar lah yang akan menjawabnya.
Orang yang memasang harga setinggi-tingginya pasti barangnya tidak akan laku. Sebab pesaingnya bisa memberi harga yang amat miring dengan kualitas yang sama, serta dengan pelayanan yang standart. Maka orang akan berduyun-duyun untuk membeli barang dari pesaingnya, sementara si penjual yang memasang harga yang semahal-mahalnya sebentar kemudian akan gulung tikar.
Wallahu a''lam bishshawab, wassalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar